Renungan
di Penghujung Tahun 2013
Subhanallah
Walhamdulillah
Walailla
haillallah
Wallahu
Akbar
Lahaula
wala quwwata illa billah
Tak
terasa waktu cepat berlalu
Tau-tau
sudah berada di penghujung tahun 2013
Sama
seperti waktu-waktu yang berlalu umumnya
Apa
yang terjadi kalau direnungkan ulang
Selalu
seimbang
Sebanyak
yang suka
Sebanyak
yang tidak suka
Kadang
nyaris terjebak pada kesombongan
Kadang
nyaris lunglai pada ketidak berdayaan
Bersyukur
dan mengeluh saling kejar-kejaran
Kadang
lupa mengucapkan Alhamdulillah
Kesan
dari anak-anak
Tentang
ibunya di hari ibu
Telah
menyentakkan sanubariku
Dipisahkan
oleh jarak
Rindu
yang tercipta
Telah
membunuh segala kekurangan ibunya
Ibunya
menjadi sosok yang paling mulia di dunia
Subhanallah
Alhamdulillah
Derita
menahan hati
Untuk
citra diri
Dibalas
Illahi
Dengan
hadirkan anak-anak sholeh yang berbakti
Menantupun
adalah seorang dokter yang penghafal Alquran
Nikmat
Tuhan yang manalagi yang didustakan
Subhanallah
Alhamdulillah
Aku
bertambah yakin
Allah
Maha Pengasih
Allah
Maha Penyayang
Allah
Maha Bijaksana ….
Lahaula
wala quwwata illa billah
Padang,
28 Desember 2013
Hanifah
Damanhuri
Catatan
Putriku tentang Ibunya
Tak
kusangka
Dalam
rangka hari ibu
Aku
dapat kiriman dari putriku
Rasa
kemaren baru dia protes
“Mama
itu tak seperti mama temanku yang ajari anaknya”
Protes
yang tak pernah kugubris
Siapa
nyana jadi tulisan yang indah
Subhanallah,
Alhamdulillah
Nanar
mataku membacanya
Salam
Hanifah
(Padang, 24 Desember 2013)
Mimpi dan kenyataan seorang
ibu bernama hanifah
“Keajaiban dalam hidup adalah terlahir dari rahim mama
Hanifah Damanhuri. Seorang wanita yang telah memberi kami cinta, pengorbanan,
dan pelajaran mengenai mengelola keuangan” -fauzul azmi zen.
Kutemukan kalimat tersebut di wall facebook ku dari
seorang pria yang satu-satunya terlahir dari rahim yang sama. Kalimat tersebut
memang tak berlebihan, menjadi anak seorang hanifah sungguhlah membuat kami
sangat beruntung.
Panggil saja ifah, dilahirkan di agam (sungai tanang)
15 agustus 1962 dari rahim seorang ibu cantik bernama djasidar. Ifah merupakan
seorang pemimpi besar yang amat pemalu. Dikalangan teman-temannya, beliau
dikenal tak bisa marah dan termasuk sekumpulan orang introvert. Ifah merupakan
seorang wanita yang memiliki iq diatas rata-rata dan pernah mendapatkan nilai
TEst potensi akademik (tertinggi) mengalahkan laki-laki pada zamannya. Membaca
adalah hobinya, dan beliau merupakan anak IPA sejati ( sangat menyukai hal-hal
berbau eksak seperti matematika dan sejenisnya)
20 Juli 1986, menikahlah beliau dengan seorang ekstrovert super ceria dan super
lucu dan bukan merupakan anak IPA melainkan anak Sastra ..Super kebalikan dari
dirinya, Muhammad Zen, yang kelak pada akhirnya menjadi ayah super hebat bagi
keluarganya.
Hanifah pernah bermimpi untuk kuliah di salah satu 100
universitas terbaik dunia. Bermimpi menuntut ilmu tanpa batas. Beliaupun melanjutkan
kuliah ke ITB jurusan matematika, pada masa itu si sulung masih bawel-bawelnya,
maklumlah anak balita. Hanifah pun menjadi tak tenang, hingga akhirnya beliau
kubur mimpinya sejenak untuk melanjutkan kuliah..
Kemudian lahirlah anak ke2 yang nantinya menjadi anak yang paling bawel
dibandingkan anak pertama. Setelah si bungsu beranjak memasuki usia 6 tahun,
Hanifah kembali mengejar mimpinya untuk menuntut ilmu tanpa batas… Mungkin
mimpi untuk sekolah di 100 universitas besar harus dilupakan, demi anak dan
keluarga tercinta. Hingga UI (Universitas Indonesia) Fakultas Ilmu Komputer pun
menjadi pilihannya. Saat itu rezim suharto sedang di ujung tanduk. Si bungsu
yang sedang liburan ke Jakarta pun menyaksikan secara langsung kejadian 13 mei
itu.. Dilihatnya banyak orang berunjuk rasa.. Dan saat itu dilihatnya pula
mamanya di ajak.. Kejadian tersebut membekas di kepala si bungsu yang bernama
dilla itu.
Hingga sepulang ke Bengkulu, si dilla mengajak abangnya yang biasa dia panggil
Ijul, untuk berunjuk rasa. unjuk rasa kenaikan uang jajan.. Saat itu dilla
kecil masih duduk di kelas 2 SD. Dilla kecil memang anak yang bandel, percaya
tak percaya.. Umur 3 tahun, gagang ember jadi bengkok dibuatnya.. Tetua tetua
bilang, tangan si dilla itu “magis”. Ah lupakan tentang itu.. Maaf out of
topic.
Pernahkah engkau melihat seorang ibu memarahi anaknya ketika anaknya tidak
dapat rangking? Atau malah anda sendiri pernah mengalaminya? Pernahkah engkau
lihat seorang ibu mengerjakan PR anaknya? Atau malah anda pernah mengalaminya?
Pernahkah orang tua anda menasihati anda untuk jangan mencontek? Berbuatlah
jujur…?
Alhamdulillah.. Hanifah merupakan seorang ibu yang
mendidik anaknya dengan cara membuat anaknya berpikir. Sekalipun tak pernah ia
kerjakan PR anaknya pun tak pernah ia memarahi anaknya bila anaknya tidak dapat
rangking.. Tapi jangan sekali-kali tidak jujur apalagi mencontek.. Beliau bisa
muntab!!
“Untuk apa kamu rangking kelas bila hasilnya mencontek, bagi mama kejujuran itu
paling penting”
Beruntung rasanya punya ibu seperti itu.
Ada yang berkata pada dilla remaja,
“Mama mu itu dulu selalu juara, gak pernah gak juara.. Tapi lihat sekarang
siapa yang sukses. Mamamu karirnya hanya sebatas dosen. Lihat aku.. Gak pernah
juara semasa sekolah.. Tapi sekarang.. Bisa dilihat siapa yang lebih sukses”
Dilla remaja hanya diam dan tertawa dalam hati. Bagi seorang anak.. Ibu yang
sukses adalah ibu yang tak pernah meminta perannya digantikan orang lain..
Bagu seorang anak ibu yang sukses adalah ibu yang selalu membuat anaknya
mandiri, memasak masakan untuk keluarganya, bukan digantikan oleh pembantu..
Apa gunanya sukses di dunia kerja versi orang itu bila keluarga terlantar..
Masak untuk keluarga tak sempat..mendidik anak lebih dekat ke pembantu.. Di
mana letak suksesnya?
Ya. Ibu kami tak pernah rela menghabiskan uangnya untuk sekedar mempoles
anaknya agar terlihat cantik dan tampan.. Tapi beliau tak pernah segan untuk
mengeluarkan uang seberapapun demi sesuatu yang menambah pengetahuan anaknya..
Beruntung kami kan?
Kurang sukses apalagi beliau?
Di mata kami, beliau adalah ibu juara 1. Yang apabila mengaji, walau mata kami
terpejam, kami tau itu adalah beliau.. (Hanifah mempunyai nada unik saat
mengaji. Dan satu satunya di dunia). Beliau selalu menegur, bila sehari saja
tak ada suara lantunan alquran di rumah. Selalu menegur bila dalam sebulan tak
solat malam.
Di mana bisa kami cari lagi duplikat ibu seperti itu?
Bahkan ketika beliau dalam kondisi berdarah-darah akibat terkena tumor rahim
(miom) masih sempat beliau mengajar mahasiswanya di kelas.
Di mana lagi kami dapat mencari sosok yang akan sangat muntab bila melihat
mahasiswanya tidak jujur atau tidak disiplin.
Dimana lagi dapat kami temukan sosok manusia yang ketika di fitnah oleh orang
lain, dia tidak membalasnya dan berdoa kebaikan untuk orang itu..
Dimana lagi kami dapat menemukan orang yang polos meskipun usianya telah 51
tahun.
Dan bahkan kini di usia 51 tahun, tetap saja beliau semangat menuntut ilmu
meskipun alasan lainnya adalah menemani si bungsu kuliah..
Ah jadi teringat. Tanpa hijrahnya beliau ke kota yang sama dengan si bungsu,
mana mungkin si bungsu mampu kuliah 4 Tahun di salah satu jurusan teknik itu.
Ah jadi teringat, si bungsu menangis tersedu-sedu melihat abangnya menikah..
Tak rela abangnya diambil orang.. Tapi hanifah tetap berdiri tegar, menguatkan
si sulung untuk menjadi pemimpin dalam keluarga barunya.
Harusnya bukan pada cinta rangga bersajak “Baru sekali ini aku melihat karya
surga dari mata seorang hawa” harusnya pada ibu lah dia bersajak..
Maka sekali lagi, sungguh benarlah…
“Keajaiban dalam hidup adalah terlahir dari rahim mama
Hanifah Damanhuri. Seorang wanita yang telah memberi kami cinta, pengorbanan,
dan pelajaran mengenai mengelola keuangan” -fauzul azmi zen.
Dari negeri tertimur di garis lintang utara – menebus
mimpi mu yang tertunda-