Rabu, 30 April 2008

BERKEBUN SAWIT

BERKEBUN SAWIT

Berkebun sawit di Banuhampu ?
Mana mungkin itu
Bukan tak mau
Tak ada lahan untuk itu

Lahan di Banuhampu
Yang terletak dilembah Merapi dan Singgalang
Sangat subur
Sangat cocok untuk berbagai jenis sayur

Ketika kukecil dahulu
Petani yang ulet dan mampu
Memanfaatkan lahan seefektif mungkin
Bisa pergi haji
Dari hasil bertanam sayur dan cabe
Di sebidang sawah

Ketika cabe baru ditanam
Disela cabe ditanami sayuran lain
Biasanya daun seledri dan bawang perai
Di pinggir pematang ditanami pula ketimun dsb
Sehingga setiap minggu ada saja jualan petani kepasar
Uang hasil jualan sayur masih bernilai saat itu
Sehingga jadi petani bukanlah pekerjaaan rendahan

Kemaren ketika belanja tomat di Bengkulu
Tukang sayurnya ngomong
" Tomat mahal, karena di impor dari Bandung
Lahan sayur di CURUP beralih jadi kebun sawit
Harga sawit mahal "

Beberapa waktu yang lalu
Aku beli telur ayam kampung
Warna kuningnya lebih kemerahan
Menandakan ayamnya lepas di kebun
Bukan dikurung di kandang
Kata yang jual
" Saudaraku memelihara ayam dikebun sawit "

Temanku si batak yang doktor di bidang matematika
Malas berebut kapling di kampus
Jauh-jauh hari secara berangsur angsur membeli kebun sawit
Sering juga dia mengajak kami untuk ikut membeli
Dengan memberikan gambaran keuntungan dimasa depan
Namun tak banyak teman yang mengikuti sarannya
Kecuali orang batak baik dosen mapun bukan dosen
Saat ini beliau sudah punya sepuluh hektar sawit
Pembibitan biar irit dia lakukan sendiri di halaman rumahnya
Tak meleset
Dengan mahalnya sawit
Masa depan anak-anak menjadi cerah

Adikku yang bersuamikan orang Jawa yang besar di Pasaman
Dengan bangga bercerita
Hasil sawit mereka yang tidak seberapa di Pasaman
Telah meringankan biaya kehidupan

Barusan aku melamun
Andaikan orang Banuhampu
Yang bekerja tak menentu
Masa depan serba tak tahu
Hijrah atau merantau
Membuka lahan baru
Kapan perlu ada yang sediakan lahan baru
Berkebun sawit sambil memelihara ternak
Aku rasa
Kita tak perlu risau
Memikirkan masa depannya


Bengkulu, 23 April 2008


Hanifah Damanhuri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya tunggu komentar anda