-->
BELAJAR DARI ANAK-ANAK IKAN
(Tulisan ini
kupersembahkan untuk putraku
Sebagai
hadiah MILADnya yang ke 26
Pada tanggal
20 Maret 2013
Tulisan yang
terinspirasi oleh tulisan Prof Suheimi
Yang dikirim
untukku beberapa waktu yang lalu
Dengan judul
anak-anak ikan)
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat
Serasa baru kemaren engkau ku timang dan kususukan
Serasa baru kemaren kita berlarian di pasir putih Pantai
Panjang
Mngejar ombak yang gulung gemulung menghempas
pantai
Impian demi impian
mama tanyakan padamu
Hendak jadi apa kalau sudah besar nanti
“Jadi pemain bola”, jawabmu mantap
Engkaupun mengoleksi koran/majalah bola
Saat itu jiwa keibuanku merasa ditantang
Akankah akan kubiarkan waktumu habis di lapangan
bola
Beberapa kali kita terlibat pertengkaran
Hingga mama berikan pilihan, mau sekolah atau
tidak
Alhamdulillah
Puji syukur kita panjatkan pada Allah SWT
Berkat petunjuk dan pertolongan-Nya
Sekolahmu tetap berjalan lancar
Sekarang engkau bukan anak kecil lagi
Mungkin sebentar lagi
Akan memiliki anak-anak
Belajarlah dari anak-anak ikan karya Prof Suheimi
Dalam perjalanan hidup
Kadang kita terjebak pada pilihan demi pilihan
Pilihan menegakkan kebenaran berdasarkan
petunjuk-Nya
Kadang membutuhkan pengorbanan yang besar
Selamat MILAD anakku sayang
Semoga Allah selalu bersamamu
Membantumu menjadi lebih baik
Dan lebih bermanfaat
bagi orang banyak
Padang, Maret 2013
Hanifah Damanhuri
Anak-Anak Ikan
Oleh : Dr. H. K.
Suheimi
Melihat ikan berkejar-kejaran di
kolam, menimbulkan keasyikan tersendiri, keasyikan yang bisa melupakan
persoalan-persoalan lain. Keasyikan yang dapat menjauhkan stres-stres yang
dialami. Kalau ada sedikit waktu senggang, biasanya saya habiskan dengan
berdiri dipinggir kolam ikan disekitar rumah. Ikan yang selalu bergerak, ikan
yang tak pernah diam, baik siang maupun malam, namun gerakannya itu tidak menimbulkan
kebisingan, malahan gerakannya itu menimbulkan ketentraman dan kenyamanan serta
kedamaian. Kadang-kadang bisa berjam-jam waktu digunakan untuk santai dan
melepas lelah dengan memandang ikan-ikan yang indah itu. Seakan-akan kita
terlupa dengan alam sekitar.
Karena
seringnya saya berdiri dipinggir kolam ikan, akhirnya saya dapat mengamati
sedikit sifat-sifat ikan itu. Dan juga dapat mengenal mana ikan yang jantan dan
mana yang betina. Mana yang sedang pacaran dan mana yang sedang bertelur, serta
tahu pula mana ikan-ikan yang sedang menyimpan anak didalam mulutnya.
Lain
asyiknya melihat ikan yang sedang pacaran dan lain pula asyiknya memperhatikan
ikan-ikan yang sedang melindungi anak-anaknya. Setelah beberapa bulan saya
amati, rupanya anak-anak ikan yang sudah dilepaskan induknya dari mulutnya,
ternyata di tangkap dan dimakan oleh ikan-ikan lain, sehingga tidak berapa
diantara ikan-ikan itu yang sampai besar. Akhirnya timbul keinginan saya untuk
memisahkan anak ikan itu dari induknya dan membesarkannya.
Satu
hari saya lihat, ikan-ikan itu sudah melepaskan anak-anak dari mulutnya. Semua
anak-anak ikan itu saya tangkap, kebetulan di hari itu ada 4 ekor induk ikan
yang sedang beranak. Masing-masing induk itu mempunyai anak ratusan ekor
jumlahnya. Dari ke 4 ekor induk ini saya kumpulkan anak-anaknya di dalam sebuah
waskom. Anak ikan itu terlalu banyak, sehingga waskom itu jadi sempit.
Dalam fikiran saya tentu ikan-ikan itu akan lambat berkembang dan bertumbuh
didalam waskom, karena mereka terantuk-antuk dan berlaga sesamanya swaktu
berenang. Lalu semua anak ikan itu saya pindahkan kedalam kolam yang agak
besar, dengan harapan tentu anak-anak ikan cepat besar dan bertumbuh. Tapi
harapan saya tidak jadi kenyataan, saya kurang hati-hati, tidak memeriksa air
kolam itu.
Betapa
kecewanya saya, ketika esok paginya, semua anak-anak ikan yang berjumlah
ratusan ekor itu terapung dan mati. Saya sedih dan saya menyesal, andaikan anak
ikan itu saya biarkan didalam waskom, tentu tidak akan mati semuanya. Saya
merasa bersalah dan saya merasa berdosa, akibat perbuatan saya ratusan
anak-anak ikan menemui ajalnya, pengalaman itu terasa pahit sekali. Rupanya
setelah saya selidiki, air kolam itu tercemar oleh minyak tanah yang tertumpah
oleh pembantu, sehingga anak-anak ikan itu tak bisa bernafas. Saya mengambil
kesimpulan, sebaiknya anak-anak ikan kecil tempatnya juga harus yang kecil.
Rupanya terlalu harap akan yang besar, terlalu harap anak ikan akan bisa
bermain leluasa, terlalu memperhatikan pertumbuhannya, justru mendatangkan
malapetaka bagi semua anak-anak ikan itu.
Di hari
yang lain, ikan-ikan itu beranak kembali, lalu saya pelihara dia di dalam
waskom. Kemudian ada orang yang memberi advis, agar supaya ikan-ikan itu cepat
besar, beri dia makan kuning telur ayam. Saya coba memberi ikan-ikan itu kuning
telur ayam, memang dengan lahap ikan-ikan itu cepat memakannya. Timbul lagi
sifat jelek saya, yang ingin agar ikan itu semakin cepat tumbuh dan kembang.
Saya masukan kuning telur yang banyak ke dalam tempat ikan itu, dengan harapan
tentu ikan-ikan ini cepat besar dan sehat-sehat. Tapi perhitungan saya meleset
lagi, anak-anak ikan yang kecil itu belum bisa makan makanan yang banyak
melebihi kapasitas perutnya yang kecil. Akibatnya banyak sisa kuning telur yang
tertinggal. Rupanya sisa kuning telur yang tertinggal ini, menjadi makan yang
baik pula untuk kuman-kuman dan bakteri-bakteri. Akibatnya air tempat anak-anak
ikan itu berenang, sudah tercemar oleh bakteri-bakteri, sehingga bakteri yang
sudah berkembang biak itu mulai menyerang anak-anak ikan. Anak-anak ikan
kewalahan dan mulai berapungan, dan banyak diantaranya tak dapat diselamatkan
lagi, bergelimpangan dan merapung mati.
Kembali
saya merasa bersalah dan berdosa. Padahal tujuan saya baik, ingin memberi
ikan-ikan itu makanan yang bergizi dan bernilai tinggi, tapi cuma tindakan saya
terlalu berlebih-lebihan. Seharusnya untuk anak-anak ikan yang sekecil itu,
tidak usah saya beri kuning telur yang sebanyak itu. Sehingga bukan
membantunya, tapi malahan merusaknya.
Dalam
hidup, memang sering kita melakukan tindakan yang berlebihan. Memberi makan
terlalu kenyang, memberi pakaian terlalu banyak, melindungi anak dengan
berlebih-lebihan. Dan tidak jarang tindakan yang berlebihan ini yang justru
menimbulkan kecelakaan.
Kita
sering makan sekenyang-kenyangnya, sampai kesanguhan dan sesak nafas. Gizi yang
masuk berlebih-lebihan, sedangkan pembakarannya sedikit, sehingga
tertumpuk-tumpuklah makanan itu dalam tubuh yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit yang bermacam-macam.
Padahal
Rasul selalu memberi nasehat, makanlah dan minumlah, jangan berlebih-lebihan.
Kami ini adalah suatu kaum, kata Rasulullah, yang hanya makan diwaktu lapar dan
berhenti sebelum kenyang.
Tubuh
kita ini sederhana, dan yang dibutuhkannya pun sederhana pula, jangan
berlebih-lebihan. Sering sekali tindakan yang berlebih-lebihan ini sering
mengecewakan kita. Kita dikecewakan karena sering yang terjadi itu, tidak
seperti yang diharapkan dan dicita-citakan.
Tuhan
tidak suka pada orang yang berlebih-lebihan, untuk semua itu, agaknya patut
kita simak sebuah firman suci Nya dalam surat Al An’aam ayat 141 : ”Dan Dialah
yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (
bentuk dan warnanya ) , dan tidak sama ( rasanya ). Makanlah dari buahnya (
yang bermacam-macam itu ) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari
memetik hasil ( dengan disedekahkan kepada fakir miskin ) , dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”.
Salam teriring do.a
K Suheimi