Selasa, 26 Maret 2013

BELAJAR DARI ANAK-ANAK IKAN

-->
BELAJAR DARI ANAK-ANAK IKAN

(Tulisan ini kupersembahkan untuk putraku
Sebagai hadiah MILADnya yang ke 26
Pada tanggal 20 Maret 2013
Tulisan yang terinspirasi oleh tulisan Prof Suheimi
Yang dikirim untukku beberapa waktu yang lalu
Dengan judul anak-anak ikan)

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat
Serasa baru kemaren engkau ku timang dan kususukan
Serasa baru kemaren kita berlarian di pasir putih Pantai Panjang
Mngejar ombak yang gulung gemulung menghempas pantai

Impian demi impian  mama tanyakan padamu
Hendak jadi apa kalau sudah besar nanti
“Jadi pemain bola”, jawabmu mantap
Engkaupun mengoleksi koran/majalah bola

Saat itu jiwa keibuanku merasa ditantang
Akankah akan kubiarkan waktumu habis di lapangan bola
Beberapa kali kita terlibat pertengkaran
Hingga mama berikan pilihan, mau sekolah atau tidak

Alhamdulillah
Puji syukur kita panjatkan pada Allah SWT
Berkat petunjuk dan pertolongan-Nya
Sekolahmu tetap berjalan lancar

Sekarang engkau bukan anak kecil lagi
Mungkin sebentar lagi
Akan memiliki anak-anak
Belajarlah dari anak-anak ikan karya Prof Suheimi

Dalam perjalanan hidup
Kadang kita terjebak pada pilihan demi pilihan
Pilihan menegakkan kebenaran berdasarkan petunjuk-Nya
Kadang membutuhkan pengorbanan yang besar

Selamat MILAD anakku sayang
Semoga Allah selalu bersamamu
Membantumu menjadi lebih baik
 Dan lebih bermanfaat bagi orang banyak


Padang, Maret 2013


Hanifah Damanhuri

Anak-Anak Ikan
Oleh : Dr. H. K. Suheimi 
            Melihat ikan berkejar-kejaran di kolam, menimbulkan keasyikan tersendiri, keasyikan yang bisa melupakan persoalan-persoalan lain. Keasyikan yang dapat menjauhkan stres-stres yang dialami. Kalau ada sedikit waktu senggang, biasanya saya habiskan dengan berdiri dipinggir kolam ikan disekitar rumah. Ikan yang selalu bergerak, ikan yang tak pernah diam, baik siang maupun malam, namun gerakannya itu tidak menimbulkan kebisingan, malahan gerakannya itu menimbulkan ketentraman dan kenyamanan serta kedamaian. Kadang-kadang bisa berjam-jam waktu digunakan untuk santai dan melepas lelah dengan memandang ikan-ikan yang indah itu. Seakan-akan kita terlupa dengan alam sekitar.
            Karena seringnya saya berdiri dipinggir kolam ikan, akhirnya saya dapat mengamati sedikit sifat-sifat ikan itu. Dan juga dapat mengenal mana ikan yang jantan dan mana yang betina. Mana yang sedang pacaran dan mana yang sedang bertelur, serta tahu pula mana ikan-ikan yang sedang menyimpan anak didalam mulutnya.
            Lain asyiknya melihat ikan yang sedang pacaran dan lain pula asyiknya memperhatikan ikan-ikan yang sedang melindungi anak-anaknya. Setelah beberapa bulan saya amati, rupanya anak-anak ikan yang sudah dilepaskan induknya dari mulutnya, ternyata di tangkap dan dimakan oleh ikan-ikan lain, sehingga tidak berapa diantara ikan-ikan itu yang sampai besar. Akhirnya timbul keinginan saya untuk memisahkan anak ikan itu dari induknya dan membesarkannya.
            Satu hari saya lihat, ikan-ikan itu sudah melepaskan anak-anak dari mulutnya. Semua anak-anak ikan itu saya tangkap, kebetulan di hari itu ada 4 ekor induk ikan yang sedang beranak. Masing-masing induk itu mempunyai anak ratusan ekor jumlahnya. Dari ke 4 ekor induk ini saya kumpulkan anak-anaknya di dalam sebuah waskom. Anak ikan itu terlalu banyak, sehingga waskom itu  jadi sempit. Dalam fikiran saya tentu ikan-ikan itu akan lambat berkembang dan bertumbuh didalam waskom, karena mereka terantuk-antuk dan berlaga sesamanya swaktu berenang. Lalu semua anak ikan itu saya pindahkan kedalam kolam yang agak besar, dengan harapan tentu anak-anak ikan cepat besar dan bertumbuh. Tapi harapan saya tidak jadi kenyataan, saya kurang hati-hati, tidak memeriksa air kolam itu.
            Betapa kecewanya saya, ketika esok paginya, semua anak-anak ikan yang berjumlah ratusan ekor itu terapung dan mati. Saya sedih dan saya menyesal, andaikan anak ikan itu saya biarkan didalam waskom, tentu tidak akan mati semuanya. Saya merasa bersalah dan saya merasa berdosa, akibat perbuatan saya ratusan anak-anak ikan menemui ajalnya, pengalaman itu terasa pahit sekali. Rupanya setelah saya selidiki, air kolam itu tercemar oleh minyak tanah yang tertumpah oleh pembantu, sehingga anak-anak ikan itu tak bisa bernafas. Saya mengambil kesimpulan, sebaiknya anak-anak ikan kecil tempatnya juga harus yang kecil. Rupanya terlalu harap akan yang besar, terlalu harap anak ikan akan bisa bermain leluasa, terlalu memperhatikan pertumbuhannya, justru mendatangkan malapetaka bagi semua anak-anak ikan itu.
            Di hari yang lain, ikan-ikan itu beranak kembali, lalu saya pelihara dia di dalam waskom. Kemudian ada orang yang memberi advis, agar supaya ikan-ikan itu cepat besar, beri dia makan kuning telur ayam. Saya coba memberi ikan-ikan itu kuning telur ayam, memang dengan lahap ikan-ikan itu cepat memakannya. Timbul lagi sifat jelek saya, yang ingin agar ikan itu semakin cepat tumbuh dan kembang. Saya masukan kuning telur yang banyak ke dalam tempat ikan itu, dengan harapan tentu ikan-ikan ini cepat besar dan sehat-sehat. Tapi perhitungan saya meleset lagi, anak-anak ikan yang kecil itu belum bisa makan makanan yang banyak melebihi kapasitas perutnya yang kecil. Akibatnya banyak sisa kuning telur yang tertinggal. Rupanya sisa kuning telur yang tertinggal ini, menjadi makan yang baik pula untuk kuman-kuman dan bakteri-bakteri. Akibatnya air tempat anak-anak ikan itu berenang, sudah tercemar oleh bakteri-bakteri, sehingga bakteri yang sudah berkembang biak itu mulai menyerang anak-anak ikan. Anak-anak ikan kewalahan dan mulai berapungan, dan banyak diantaranya tak dapat diselamatkan lagi, bergelimpangan dan merapung mati.
            Kembali saya merasa bersalah dan berdosa. Padahal tujuan saya baik, ingin memberi ikan-ikan itu makanan yang bergizi dan bernilai tinggi, tapi cuma tindakan saya terlalu berlebih-lebihan. Seharusnya untuk anak-anak ikan yang sekecil itu, tidak usah saya beri kuning telur yang sebanyak itu. Sehingga bukan membantunya, tapi malahan merusaknya.
            Dalam hidup, memang sering kita melakukan tindakan yang berlebihan. Memberi makan terlalu kenyang, memberi pakaian terlalu banyak, melindungi anak dengan berlebih-lebihan. Dan tidak jarang tindakan yang berlebihan ini yang justru menimbulkan kecelakaan.
            Kita sering makan sekenyang-kenyangnya, sampai kesanguhan dan sesak nafas. Gizi yang masuk berlebih-lebihan, sedangkan pembakarannya sedikit, sehingga tertumpuk-tumpuklah makanan itu dalam tubuh yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang bermacam-macam.
            Padahal Rasul selalu memberi nasehat, makanlah dan minumlah, jangan berlebih-lebihan. Kami ini adalah suatu kaum, kata Rasulullah, yang hanya makan diwaktu lapar dan berhenti sebelum kenyang.
            Tubuh kita ini sederhana, dan yang dibutuhkannya pun sederhana pula, jangan berlebih-lebihan. Sering sekali tindakan yang berlebih-lebihan ini sering mengecewakan kita. Kita dikecewakan karena sering yang terjadi itu, tidak seperti yang diharapkan dan dicita-citakan.
            Tuhan tidak suka pada orang yang berlebih-lebihan, untuk semua itu, agaknya patut kita simak sebuah firman suci Nya dalam surat Al An’aam ayat 141 : ”Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa ( bentuk dan warnanya ) , dan tidak sama ( rasanya ). Makanlah dari buahnya ( yang bermacam-macam itu ) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasil ( dengan disedekahkan kepada fakir miskin ) , dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

Salam teriring do.a
K Suheimi