Minggu, 14 April 2013

KETENANGAN JIWA



KETENANGAN JIWA

Suka dan duka
Yang selalu menemani diri
Kadang datang bersamaan
Kadang datang beriringan

Walau pernah diajarkan
Mulailah dengan Bismillah
Berjalanlah dengan Alhamdulillah
Kadangkala  kedua kata lupa mengucapkannya
Apalagi disaat situasi baik-baik saja
Disaat musibah menimpa
Kesedihan yang mendalam
Terasa bagaikan azab di dunia
Mana mungkin mampu membaca Alhamdulillah

Ketenangan jiwa
Tulisan yang kutemukan
Telah membuka wawasanku
Bagaimana caranya
Membuat jiwa jadi tenang
Semoga Allah berkenan menolong
Lahaula wala quwwata illa billah


Padang, 12 April 2013


Hanifah Damanhuri


Sabtu, 19 Mei 2012
KETENANGAN JIWA

1.      Pengertian Jiwa
Secara bahasa jiwa berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, nyawa atau alat untuk berfikir. [1] Sedang dalam bahasa Arab sering disebut dengan “an nafs”. [2] Imam Ghazali mengatakan bahwa jiwa adalah manusia-manusia dengan hakikat kejiwaannya. Itulah pribadi dan zat kejiwaannya. [3] Sedangkan menurut para filosof pengikut plotinus (para filosof Yunani), sebagaimana yang dikutip oleh Abbas Mahmud Al Aqqad dalam Manusia Diungkap Dalam Al Qur’an, bahwa jiwa menurut mereka adalah sinonim dengan gerak hidup / kekuatan yang membuat anggota-anggota badan menjadi hidup yakni kekuatan yang berlainan fisik material, dapat tumbuh beranak, dan berkembangbiak tingkat kemauannya lebih besar dari pada benda tanpa nyawa dan lebih kecil daripada roh, jiwa tidak dapat dipindah dari tempat ia berada. [4]
Kemudian dilihat dari kacamata psikologi, menurut Wasty Soemanto, jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi penggerak bagi jasad dan tingkah laku manusia, jiwa menumbuhkan sikap dan sifat yang mendorong tingkah laku.  Demikian dekatnya fungsi jiwa dengan tingkah laku, maka berfungsinya jiwa dapat diamati dari tingkah laku yang nampak. [5]
Dari sejumlah pemaparan di atas dapat diambil pemahaman bahwa jiwa adalah merupakan unsur kehidupan, daya rohaniah yang abstrak yang berfungsi sebagai penggerak manusia dan menjadi simbol kesempurnaan  manusia.  Karena manusia yang tidak memiliki jiwa tidak dapat dikatakan manusia yang sempurna.
 Jiwa menumbuhkan sikap dan sifat yang mendorong pada tingkah laku yang tampak. Karena cara-cara kerja jiwa hanya dapat di amati  melalui  tingkah laku  yang nyata.   Adapun pengertian jiwa di sini meliputi  seluruh aspek  rohani  yang di miliki  oleh  manusia, antara lain ; hati, akal, pikiran dan perasaan.

2.      Pengertian Ketenangan Jiwa
Kata ketenangan jiwa terdiri dari kata ketenangan dan jiwa. Sedangkan kata ketenangan itu sendiri berasal dari kata tenang yang mendapat sufiks ke-an. Tenang berarti diam tak berubah-ubah (diam tak bergerak-gerak); tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman dan tenteram (tentang perasaan hati, keadaan dan sebagainya). Tenang, ketenteraman hati, batin, pikiran. [6] 
Sedangkan jiwa adalah seluruh kehidupan batin manusia yang menjadi unsur kehidupan, daya rohaniah yang abstrak yang berfungsi sebagai penggerak manusia dan menjadi simbol kesempurnaan manusia (yang terjadi dari hati, perasaan, pikiran dan angan-angan). Kata ketenangan jiwa juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri sendiri, dengan orang lain, masyarakat dan lingkungan serta dengan lingkungan di mana ia hidup. Sehingga orang dapat menguasai faktor dalam hidupnya dan menghindarkan tekanan-tekanan perasaan yang membawa kepada frustasi. [7]
Jadi ketenangan jiwa atau kesehatan mental adalah kesehatan jiwa, kesejahteraan jiwa, atau kesehatan mental. Karena orang yang jiwanya tenang, tenteram berarti orang tersebut mengalami keseimbangan di dalam fungsi-fungsi jiwanya atau orang yang tidak mengalami gangguan kejiwaan sedikitpun sehingga dapat berfikir positif, bijak dalam menyikapi masalah, mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi serta mampu merasakan kebahagiaan hidup. 
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Zakiah Daradjat bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara faktor jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. [8]
Kartini Kartono mengatakan, bahwa mental hygiene memiliki tema sentral yaitu bagaimana cara orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa dalam pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, ketakutan serta konflik. [9] 
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya atau tenang jiwanya adalah orang yang memiliki keseimbangan dan keharmonisan di dalam fungsi-fungsi jiwanya, memiliki kepribadian yang terintegrasi dengan baik, dapat menerima sekaligus menghadapi realita yang ada, mampu memecahkan segala kesulitan hidup dengan kepercayaan diri dan keberanian serta dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungannya.
Jadi orang yang tenang jiwanya adalah orang yang fungsi-fungsi jiwanya dapat berjalan secara harmonis dan serasi sehingga mumunculkan kepribadian yang terintegrasi dengan baik, sebab kepribadian yang terintegrasi dengan baik dapat dengan mudah memulihkan macam-macam ketegangan dan konflik-konflik batin secara spontan dan otomatis, dan mengatur pemecahannya menurut prioritas dan herarkinya, sehingga dengan mudah akan mendapat kan keseimbangan batin, dan jiwanya ada dalam keadaan tenang seimbang.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketenangan Jiwa
Semua orang ingin menjalani kehidupannya dengan penuh kebahagiaan dan ketenangan lahir dan batin. Adapun jiwa yang tenang,  sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur’an surat AL-Fajr ayat 27-28:
يآيُّهَاالنَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ.لا ارْجِعِىْ اِلىَ رَبِّكَ رَاضِيَّةً مَّرْضِيَّةً.ج {الفجر: 27-28}
Hai jiwa yang tenang kembalilah Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. [10] (QS. al-Fajr: 27-28)
  
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa manusia yang memiliki jiwa yang tenang akan mendapatkan kebahagiaan di sisi Allah SWT., dan akan  dimasukkan  ke dalam  surga-Nya,  dengan  demikian  segala  yang  dilakukannya hanya semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT., serta  apa yang dilakukannya dipikir dahulu, apakah sudah sesuai dengan perintah Allah SWT atau tidak, sehingga semua perbuatannya akan bermanfaat karena disandarkan dengan niat untuk mencari ridha Allah SWT semata.  Ia lebih menginginkan hal-hal yang bersifat rohaniah, yang bisa mengisi jiwanya dan tidak cenderung mengejar kelezatan duniawi yang bersifat jasmaniah. Orang semacam ini jika dikaruniai kekayaan, tidak mengambil selain apa yang menjadi haknya sendiri, dan apabila ditimpakan kepadanya musibah bersabar serta bertawakkal kepada Allah SWT. 
Menurut imam Ghazali jiwa yang tenang ialah jiwa yang diwarnai dengan sifat-sifat yang menyebabkan selamat dan bahagia. Di antaranya adalah sifat-sifat syukur, sabar, takut siksa, cinta Tuhan, rela akan hukum Tuhan, mengharapkan pahala dan memperhitungkan amal perbuatan dirinya selama hidup, dan lain-lain. Sifat-sifat yang menyebabkan selamat. [11]
Menurut Zakiah Daradjat dan Kartini Kartono ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketenangan jiwa di mana orang yang ingin mencapai ketenangan jiwa harus memenuhi beberapa faktor tersebut antara lain:
a.       Faktor agama
Agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia, yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, kelakuan dan cara menghadapi tiap-tiap masalah. [12]
Demikian juga dalam agama ada larngan yang harus dijauhi, karena di dalam nya terdapat dampak negatif dari kehidupan manusia. Orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT secara benar, di dalam hatinya tidak akan diliputi rasa takut dan gelisah. Ia merasa yakin bahwa keimanan dan ketaqwaannya itu aklan membawa kelegaan dan ketenangan batinnya. Firman Allah SWT:
الَّذِيْنَ امَنُوْا وَعَمِلُوا الصّلِحتِ طُوْبى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ. {الرّعد: 29}
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik. [13] (QS. ar-Ra’d: 29)
Pelaksanaan agama (ibadah) dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari rasa gelisah dan takut. Diantara dari berbagai macam ibadah yanng ada yaitu shalat secara psikologis semakin banyak shalat dan menggantungkan harapan kepada Allah SWT maka akan tenteramlah hati, karena dalam shalat itu sendiri mengandung psiko-religius (kekuatan rohaniah) yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme sehingga memiliki semangat untuk masa depan. Daripada itu tujuan utama dari shalat adalah ingin beraudiensi, mendekatkan diri dengan Allah supaya terciptalah kebahagiaan dan ketenangan hidupnya.
b.      Terpenuhinya Kebutuhan Manusia
Ketenangan dalam hati dapat dirasakan apabila kebutuhan-kebutuhan manusia baik yang bersifat fisik maupun psikis terpenuhi. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan kegelisahan dalam jiwa yang akan berdampak pada terganggunya ketenangan hidup.
Menurut Katini Kartono kebutuhan-kebutuhan yang harus terpenuhi oleh manusia adalah:
1)      Terpenuhinya kebutuhan pokok, hal ini karena setiap manusia pasti memiliki dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok. Dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok tersebut menuntut pemenuhan, sehingga jiwa menjadi tenangdan akan menurunkan ketegangan-ketegangan jiwa jika kebutuhan tersebut terpenuhi.
2)      Tercapainya kepuasan , setiap orang pasti menginginkan kepuasan, baik yang berupa jasmaniah maupun yang bersifat psikis, seperti kenyang, aman terlindungi,  ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Pendeknya ingin puas di segala bidang.
3)      Posisi status sosial, setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman, berani optimis, percaya diri. [14]
Menurut Zakiah Daradjat ada enam kebutuhan jiwa di mana jika tidak terpenuhi akan mengalami ketegangan jiwa. Kebutuhan jiwa tersebut adalah:
1)      Rasa kasih sayang
2)      Rasa aman
3)      Rasa harga diri
4)      Rasa bebas
5)      Rasa sukses
6)      Rasa ingin tahu. [15]
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)      Rasa kasih sayang
Rasa kasih sayang merupakan kebutuhan jiwa yang penting bagi manusia oleh karenanya apabila rasa kasih sayang itu tidak didapatnya dari orang-orang disekelilingnya maka akan berdampak pada keguncangan jiwanya. Tetapi bagi orang yang percaya kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang maka kehilangan kasih sayang dari manusia tidak menjadikan jiwa gersang.
2)      Rasa Aman
Rasa aman juga kebutuhan jiwa yang tidak kalah pentingnya. Orang yang terancam, baik jiwanya, hartanya, kedudukannya ia akan gelisah yang berujung pada stres. Apabila ia dekat dengan Allah SWT tentu rasa aman akan selalu melindungi dirinya.
3)      Rasa harga diri
Rasa harga diri juga merupakan kebutuhan jiwa manusia, yang jika tidak terpenuhi akan berakibat penderitan. Banyak orang merasa diremehkan, dilecehkan dan tidak dihargai dalam masyarakat terutama dalam hal harta, pangkat keturunan, dan lain sebagainya itu tentu perlu dipenuhi. Namun sebenarnya hakekat itu terletak pada iman dan amal soleh seseorang
4)      Rasa bebas
Rasa ingin bebas termasuk kebutuhan jiwa yang pokok pula. Setiap orang ingin mengungkapkan perasaannya dengan cara yang dirasa menyenangkan bagi dirinya. Namun semua itu tentunya ada batas dan aturan yang harus diikutinya agar orang lain tidak terganggu haknya. Kebebasan yang sungguh-sungguh hanya terdapat dalam hubungan kita dengan Allah SWT
5)      Rasa sukses
Rasa sukses yang merupakan salah satu kebutuhan jiwa. Kegagalan akan membawa kekecewaan bahkan menghilangkan kepercayaan seseorang kepada dirinya. Islam mengajarkan agar orang tidak putus asa. Tidak tercapainya suatu keinginan belum tentu berarti tidak baik. Bahkan kegagalan itu akan lebih baik kalau manusia mengetahui sebab serta dapat mengambil hikmah dari kegagalan itu.
6)      Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu juga termasuk kebutuhan jiwa yang pokok yang jika terpenuhi akan berdampak pada tingkah laku. Orang akan merasa sengsara apabila tidak mendapatkan informasi atas ilmu yang dicarinya. Namun tidak semua ilmu itu dapat diketahuinya karena keterbatasan yang ada pada dirinya.


________________________________________
di 3:25 AM  Label: jiwa, ketenangan jiwa, Tasawuf
Link ke posting ini
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
January 26, 2010
T A K A B U R
Sifat kekaguman dan membangga-banggakan diri dapat menimbulkan kesombongan dan keangkuhan terhadap orang lain.
Sifat ini adalah salah satu penyakit hati yang sangat mencelakakan dan sulit dihindari. Dalam al-Qur’an sudah tertera larangan dan ancaman serta bahaya yang akan ditimbulkan dari sifat takabur ini.
Jika seseorang sudah melekat pada sifat ini, maka segeralah mungkin untuk mengobatinya dan menghindarinya, karena sifat ini sangat merugikan diri sendiri maupun orang lain serta merugikan di dunia dan di akhirat.
1. Pengertian Takabur
Takabur yang biasa diartikan dengan “kesombongan”, berarti sifat dan sikap merendahkan orang lain dan bisa menolak al-haqq (kebenaran).
Takabur juga berupa rasa kekaguman terhadap diri, sikap suka membesar-besarkan dan menonjolkan diri. Takabur ini sendiri dicela oleh al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman: 18)
Kekaguman terhadap diri bisa berakibat timbulnya sikap sombong dan angkuh terhadap orang lain, dan merendahkan serta meremehkan mereka dalam pergaulan. Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang mencela ketakaburan orang-orang musyrik dan munafik serta keengganan mereka untuk menerima kebenaran, karena rasa angkuh yang mereka miliki.
2. Hakikat Takabur
Sifat sombong dapat dikatakan perangai di dalam jiwa yang menunjukkan kepuasan, kesenangan dan kecenderungan kepada tingkatan (martabat) di atas orang lain yang dibohongi. Jadi, selain menyangkut orang pertama, (yang menyombongkan diri), sifat ini juga melibatkan orang kedua (yang dibohongi). Disinilah letak perbedaannya dengan sifat ujub yang tidak memerlukan orang lain sebagai objek. Bahkan, andaikata di dunia ini tidak ada orang, kecuali orang satu saja, kita dapat membayangkan bahwa ia sangat mungkin bersifat ujub. Tetapi, tidak demikian dengan sifat sombong. Kita tidak mungkin membayangkan terjadinya kesombongan tanpa keberadaan orang lain. Jadi, hakikat kesombongan itu baru terwujud bila seseorang mendapat tiga keyakinan di dalam dirinya, yaitu:
a. Ia melihat dirinya memiliki martabat
b. Ia melihat pada diri orang lain juga memiliki martabat
c. Bila ia menganggap martabatnya lebih tinggi dari pada orang lain.
Apabila tiga keyakinan di atas terdapat pada diri seseorang, berarti di dalam dirinya, telah tertanam sifat sombong. Hatinya akan menjadi takabur. Karena hal itulah, dihatinya timbul rasa gengsi, rasa berwibawa, juga kesenangan dan kecenderungan kepada yang diyakininya sebagai sesuatu yang besar. Kewibawaan, perasaan besar, kecenderungan kepada hal yang diyakini itulah perangai sifat sombong.
3. Sebab-sebab dan Macam-macam Takabur
Sebab-sebab yang menjadikan seseorang berlaku sombong (takabur) adalah merasa adanya kelebihan pada dirinya. Seperti ilmu pengetahuan, amal dan ibadah, keturunan orang terhormat, harta kekayaan, kekuatan fisik, kedudukan, kecantikan, ketampanan dan sebagainya.
Dalam realitasnya, takabur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Takabur kepada Allah, seperti Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan. Takabur ini yang terjelek
b. Takabur kepada Rasul-Nya, seperti orang-orang Quraisy.
c. Takabur kepada sesamanya.
4. Hal-hal yang Membangkitkan Takabur
Ada empat hal yang dapat membangkitkan sifat takabur, diantaranya:
a. Sifat ujub
Sifat ini mewariskan keangkuhan di dalam diri yang setiap saat bisa muncul ke permukaan berupa kesombongan lahir dalam bentuk tindakan dan perilaku.
b. Sifat dendam (hiqd)
Terkadang yang menyebabkan kesombongan itu bukanlah sifat ujub, misalnya: orang yang menyombongkan dirinya atas orang yang menganggap dirinya sederajat dengannya atau malah melebihinya. Sering pula terjadi seseorang marah-marah karena persoalan lama yang membekaskan dendam di hatinya.
c. Sifat hasad (dengki)
Sifat ini melahirkan kebencian terhadap orang yang didengkinya meskipun penyebab yang menimbulkan marah dan dendamnya bukan berasal dari orang itu. Sifat hasad ini yang bercokol di dalam diri mendorong untuk senantiasa bersikap angkuh terhadap orang lain.
d. Sifat riya’
Sifat ini biasanya dapat menarik seseorang berperilaku sombong, sehingga terkadang terjadi perdebatan dengan orang lain. Sifat sombong yang dibangkitkan oleh riya’ ini hanya muncul berada di hadapan orang banyak.
5. Cara Mengatasi dan Melenyapkan Takabur
Takabur termasuk di antara sifat-sifat yang sangat mencelakakan dan sulit untuk dihindari. Hukum pemberantasannya adalah fardhu ‘ain bagi setiap individu.
Ada dua cara untuk memberantas sifat ini, yaitu:
a. Dengan mencabut batang pohonnya sampai ke akarnya yang menancap di hati.
Maksudnya: usaha ini tidak mungkin berhasil dengan sempurna kecuali dengan mengintensifkan ketakwaan untuk melenyapkan komponen dasarnya, dengan menempuh dua langkah, yaitu langkah ilmiah dan langkah amaliah.
1) Langkah ilmiah adalah dengan cara mengenali diri sendiri dengan kehinaannya, serta mengenali Tuhan dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Pada dasarnya dengan cara ini sudah cukup bagi seseorang untuk menghilangkan sifat takabur pada dirinya.
2) Langkah amaliah adalah merupakan bentuk praktis dalam menanggulangi sifat sombong, yakni tawadhu’ kepada Allah melalui amal perbuatan dan kepada semua makhluk-Nya dengan senantiasa berperilaku sebagaimana lazimnya orang-orang yang suka merendahkan diri.
b. Menangkal faktor penyebab yang menjadikan seseorang berlaku sombong atas orang lain.
Cara yang kedua ini dilakukan dengan cara memotong jalur tujuh sebab sombong, diantaranya:
1) Sombong karena keturunan, cara mengatasinya ada 2 cara;
a) Karena yang dibanggakan orang ini adalah orang lain dan kesempurnaannya, ada yang mengatakan bahwa orang seperti ini dianjurkan supaya berpaling kepada dirinya sendiri.
b) Menyadari bahwa orang tuanya hanya diciptakan dari air mani yang hina. Sedangkan asal mula keberadaan bangsanya adalah tercipta dari tanah.
2) Sombong karena kecantikan atau ketampanan, cara mengatasinya: dengan melihat kepada dirinya sendiri yakni kepada apa yang terkandung di dalam Tuhannya, bahwa hampir segala bagian terdapat kotoran.
3) Sombong karena kekuatan fisiknya, cara mengatasinya: menyadari bahwa dirinya selalu diintai oleh berbagai jenis penyakit dan dihantui oleh cacat.
4) Sombong karena ilmunya, cara mengatasinya: menyadari bahwa kesombongan ini hanya layak untuk Allah dan menyadari bahwa hujah Allah SWT.
5) Sombong karena harta kekayaan, cara mengatasinya: menyadari bahwa segala sesuatu yang dimiliki akan dilanda perubahan dan kehancuran.
6) Sombong karena banyak penggemar, cara mengatasinya: Menyadari bahwa semua itu merupakan kebodohan dan kekeliruan.
7) Sombong karena banyak amal dan ibadah, cara mengatasinya: memaksakan diri bersikap tawadhu’ terhadap semua makhluk sambil menyadari bahwa dibalik sifat sombong terpendam bahaya yang besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa takabur adalah sifat yang sulit dihindari. Namun kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan tujuan tidak untuk menyombongkan diri di atas bumi melainkan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Apapun yang kita lakukan di muka bumi ini semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Najati, M. Utsman, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pusaka, 1985.
Syukur, Amin, Pengantar Agama Islam, Semarang: CV. Bima Sejati, 2006.
Yahya, Imam, bin Hamzah, Kiat Mengendalikan Nafsu, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001.

http://zamdani.blogspot.com/2012/05/ketenangan-jiwa.html