Menelusuri
Jejak Buya Hamka Bersama Akmal Nasery Basral & Rita Desfitri
UBH
4 April 2013
Undangan
bedah buku Tadarus Cinta Buya Pujangga
Karya
Akmal Nasery Basral alias Mak Kusir
Dari
Rita Desfitri yang mengagas acara
Dengan pembahas Prof. Dr. Ir. Fachri Achmad
(Mantan
Rektor UBH) /Ketua Yayasan UBH dan
Dr.
Marsis, M.Pd (Dekan FKIP UBH)
Merupakan
penghargaan tertinggi untukku
Dan
tak mungkin kutolak
Alhamdulillah
Allahpun memberikan kemudahan padaku
Sehingga
walau cuaca kurang bersahabat
Aku
berhasil hadir tepat waktu di ruangan
Kehadiranku
untuk beberapa saat tak diketahui oleh Rita dan Akmal
Dengan
santai aku bisa menyaksikan dan menyimak
Untaian
kata sebagai Ketua pelaksana oleh Rita
Tanganku
spontan bertepuk
Tatkala
pantun-pantun yang indah
Keluar
dari mulut Rita
Bapak
Iqbal yang melihatku datang
Memintaku
pindah duduk ke barisan depan
Namun
aku merasa nyaman di barisan mahasiswa
Kulayangkan
pandang ke kursi bagian depan
Melihat
dari belakang mencari sosok Akmal
Tak
mudah pula menebak orang yang belum pernah berjumpa
Akhirnya
ku SMS “menolehlah kebelakang, lihat ortu di tengah mahasiswa”
Berdirilah
seorang lelaki tampan yang celingukkan ke belakang
Disampingnya
telah berdiri pula Rita yang menoleh padaku
Akupun
akhirnya pindah tempat duduk
“Saya
bukan orang Sastra, dan saya tak punya pisau bedah”
Kata
Bapak Fachri merendah memperkenalkan diri
Dari
pengamatanku
Hasi
bedahnya sangat tajam
Kelihatan
kalau beliau
Memakai
pisau olah rasa dan olah fikir
Kurasa
hasilnya lebih tajam
Dari
kupasan Dekan yang memang ahli sastra
Kritik
yang tujuannya membangun
Dapat
ditangkis dengan indah oleh Akmal
Aku
merasa beruntung bisa menyaksikan bedah buku tersebut
Pembedahnya
seorang yang kaya ilmu tetapi rendah hati
Alhamdulillah
terima kasih ya Allah atas kesempatan ini
Tadarus
Cinta Buya Pujangga (TCBP)
Berisi
tentang kisah Buya Hamka
Dari
kecil sampai berumur 30 tahun
Ternyata
Buya Kecil
Buya
yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua
Sehingga
otaknya yang cerdas
Sering
mendorongnya berbuat sesuatu
Yang
kadang merugikan dirinya sendiri
Maupun
merugikan orang lain
Bagi
orang tua yeng memiliki anak cerdas
Bertingkah
seperti Buya Hamka kecil
Cepat-cepatlah
membaca novel TCBP
Carilah
strategi yang tepat untuk menghadapinya
Siapa
tau sang anak kelak
Menjadi
orang yang lebih hebat dari Buya Hamka
Usai
bedah buku
Kami
(Rita, Uni Evy, Akmal, Bapak Iqbal, Hanifah)
Berfoto
sejenak, bukti hadir di acara
Ritapun
mengajakku ikut ke Maninjau
Mengunjungi
rumah Buya Hamka
Aku
tak menolaknya sama sekali
Ikut
bersama Dekan FKIP UBH dan beberapa mahasiswa
Mengawal
Akmal pengarang TCBP
Bagaikan
mimpi indah
Alhamdulillah
SIMAKA
Jalur
yang ditempuh menuju Maninjau
Adalah
jalur SIMAKA
“Rita
sering lewat SIMAKA, menghindari macet”, kata Rita
Aku
yang masih terbayang reruntuhan dengan jurang yang dalam
Sehingga
lututku bergetar dan urung meneruskan perjalanan
Terpaksa
diam dan ikut saja kemana dibawa
Begitu
sampai di lokasi di sekitar Malalak
Yang
membuat jantungku berdebar kencang dahulu itu
Sudah
dipagari dengan seng
Sehingga
tak terlihat lagi jurang yang sangat dalam
Jantungku
aman dari debaran kencang
Maninjau
Kami
sampai di rumah Buya Hamka bersamaan dengan azan Magrib
Kulayangkan
pandang ke Danau Maninjau
Yang
mampu menghentikan tangis Buya Hamka kecil
Danau
yang sejak dari Ambun Pagi tampak sangat indah
Kami
berhenti sejenak di salah satu kelok
Mengabadikan
keindahan Danau Maninjau
Dikala
senja dan malam haripun
Danau
Maninjau memang indah dipandang mata
Kelap
kelip lampu karamba dan rumah penduduk
Menghiasi
pinggiran Danau Maninjau
Ingin
rasanya berlama-lama menatapnya
Namun
kami harus kembali ke Padang malam itu juga
Usai
Sholat Magrib di rumah Rita rang Kukuban Maninjau
Mobil
diambil alih Akmal yang terbiasa jadi Mak Kusir
Dengan
kecepatan tinggi
Mobil
melaju dengan kencang
Berhenti
sejenak di Tiku untuk makan Sate Piaman
Sempat
salah jalan di Pariaman
Kamipun
selamat sampai di Padang pukul 11-san malam
Wajah
cemas dan cemberut putriku
Menyambut
kepulanganku
Alhamdulillah
Padang,
5 April 2013
Hanifah
Damanhuri