Sabtu, 28 Desember 2013

Renungan di Penghujung Tahun 2013



Renungan di Penghujung Tahun 2013

Subhanallah
Walhamdulillah
Walailla haillallah
Wallahu Akbar
Lahaula wala quwwata illa billah

Tak terasa waktu cepat berlalu
Tau-tau sudah berada di penghujung tahun 2013
Sama seperti waktu-waktu yang berlalu umumnya
Apa yang terjadi kalau direnungkan ulang
Selalu seimbang
Sebanyak yang suka
Sebanyak yang tidak suka
Kadang nyaris terjebak pada kesombongan
Kadang nyaris lunglai pada ketidak berdayaan
Bersyukur dan mengeluh saling kejar-kejaran
Kadang lupa mengucapkan Alhamdulillah

Kesan dari anak-anak
Tentang ibunya di hari ibu
Telah menyentakkan sanubariku
Dipisahkan oleh jarak
Rindu yang tercipta
Telah membunuh segala kekurangan ibunya
Ibunya menjadi sosok yang paling mulia di dunia
Subhanallah
Alhamdulillah

Derita menahan hati
Untuk citra diri
Dibalas Illahi
Dengan hadirkan anak-anak sholeh yang berbakti
Menantupun adalah seorang dokter yang penghafal Alquran
Nikmat Tuhan yang manalagi yang didustakan
Subhanallah
Alhamdulillah
Aku bertambah yakin
Allah Maha Pengasih
Allah Maha Penyayang
Allah Maha Bijaksana ….
Lahaula wala quwwata illa billah

Padang, 28 Desember 2013


Hanifah Damanhuri

Catatan Putriku tentang Ibunya

Tak kusangka
Dalam rangka hari ibu
Aku dapat kiriman dari putriku

Rasa kemaren baru dia protes
“Mama itu tak seperti mama temanku yang ajari anaknya”
Protes yang tak pernah kugubris

Siapa nyana jadi tulisan yang indah
Subhanallah, Alhamdulillah
Nanar mataku membacanya

Salam

Hanifah (Padang, 24 Desember 2013)

Mimpi dan kenyataan seorang ibu bernama hanifah
“Keajaiban dalam hidup adalah terlahir dari rahim mama Hanifah Damanhuri. Seorang wanita yang telah memberi kami cinta, pengorbanan, dan pelajaran mengenai mengelola keuangan” -fauzul azmi zen.
Kutemukan kalimat tersebut di wall facebook ku dari seorang pria yang satu-satunya terlahir dari rahim yang sama. Kalimat tersebut memang tak berlebihan, menjadi anak seorang hanifah sungguhlah membuat kami sangat beruntung.
Panggil saja ifah, dilahirkan di agam (sungai tanang) 15 agustus 1962 dari rahim seorang ibu cantik bernama djasidar. Ifah merupakan seorang pemimpi besar yang amat pemalu. Dikalangan teman-temannya, beliau dikenal tak bisa marah dan termasuk sekumpulan orang introvert. Ifah merupakan seorang wanita yang memiliki iq diatas rata-rata dan pernah mendapatkan nilai TEst potensi akademik (tertinggi) mengalahkan laki-laki pada zamannya. Membaca adalah hobinya, dan beliau merupakan anak IPA sejati ( sangat menyukai hal-hal berbau eksak seperti matematika dan sejenisnya)
20 Juli 1986, menikahlah beliau dengan seorang ekstrovert super ceria dan super lucu dan bukan merupakan anak IPA melainkan anak Sastra ..Super kebalikan dari dirinya, Muhammad Zen, yang kelak pada akhirnya menjadi ayah super hebat bagi keluarganya.
Hanifah pernah bermimpi untuk kuliah di salah satu 100 universitas terbaik dunia. Bermimpi menuntut ilmu tanpa batas. Beliaupun melanjutkan kuliah ke ITB jurusan matematika, pada masa itu si sulung masih bawel-bawelnya, maklumlah anak balita. Hanifah pun menjadi tak tenang, hingga akhirnya beliau kubur mimpinya sejenak untuk melanjutkan kuliah..
Kemudian lahirlah anak ke2 yang nantinya menjadi anak yang paling bawel dibandingkan anak pertama. Setelah si bungsu beranjak memasuki usia 6 tahun, Hanifah kembali mengejar mimpinya untuk menuntut ilmu tanpa batas… Mungkin mimpi untuk sekolah di 100 universitas besar harus dilupakan, demi anak dan keluarga tercinta. Hingga UI (Universitas Indonesia) Fakultas Ilmu Komputer pun menjadi pilihannya. Saat itu rezim suharto sedang di ujung tanduk. Si bungsu yang sedang liburan ke Jakarta pun menyaksikan secara langsung kejadian 13 mei itu.. Dilihatnya banyak orang berunjuk rasa.. Dan saat itu dilihatnya pula mamanya di ajak.. Kejadian tersebut membekas di kepala si bungsu yang bernama dilla itu.
Hingga sepulang ke Bengkulu, si dilla mengajak abangnya yang biasa dia panggil Ijul, untuk berunjuk rasa. unjuk rasa kenaikan uang jajan.. Saat itu dilla kecil masih duduk di kelas 2 SD. Dilla kecil memang anak yang bandel, percaya tak percaya.. Umur 3 tahun, gagang ember jadi bengkok dibuatnya.. Tetua tetua bilang, tangan si dilla itu “magis”. Ah lupakan tentang itu.. Maaf out of topic.
Pernahkah engkau melihat seorang ibu memarahi anaknya ketika anaknya tidak dapat rangking? Atau malah anda sendiri pernah mengalaminya? Pernahkah engkau lihat seorang ibu mengerjakan PR anaknya? Atau malah anda pernah mengalaminya? Pernahkah orang tua anda menasihati anda untuk jangan mencontek? Berbuatlah jujur…?
Alhamdulillah.. Hanifah merupakan seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara membuat anaknya berpikir. Sekalipun tak pernah ia kerjakan PR anaknya pun tak pernah ia memarahi anaknya bila anaknya tidak dapat rangking.. Tapi jangan sekali-kali tidak jujur apalagi mencontek.. Beliau bisa muntab!!
“Untuk apa kamu rangking kelas bila hasilnya mencontek, bagi mama kejujuran itu paling penting”
Beruntung rasanya punya ibu seperti itu.
Ada yang berkata pada dilla remaja,
“Mama mu itu dulu selalu juara, gak pernah gak juara.. Tapi lihat sekarang siapa yang sukses. Mamamu karirnya hanya sebatas dosen. Lihat aku.. Gak pernah juara semasa sekolah.. Tapi sekarang.. Bisa dilihat siapa yang lebih sukses”
Dilla remaja hanya diam dan tertawa dalam hati. Bagi seorang anak.. Ibu yang sukses adalah ibu yang tak pernah meminta perannya digantikan orang lain..
Bagu seorang anak ibu yang sukses adalah ibu yang selalu membuat anaknya mandiri, memasak masakan untuk keluarganya, bukan digantikan oleh pembantu.. Apa gunanya sukses di dunia kerja versi orang itu bila keluarga terlantar.. Masak untuk keluarga tak sempat..mendidik anak lebih dekat ke pembantu.. Di mana letak suksesnya?
Ya. Ibu kami tak pernah rela menghabiskan uangnya untuk sekedar mempoles anaknya agar terlihat cantik dan tampan.. Tapi beliau tak pernah segan untuk mengeluarkan uang seberapapun demi sesuatu yang menambah pengetahuan anaknya..
Beruntung kami kan?
Kurang sukses apalagi beliau?
Di mata kami, beliau adalah ibu juara 1. Yang apabila mengaji, walau mata kami terpejam, kami tau itu adalah beliau.. (Hanifah mempunyai nada unik saat mengaji. Dan satu satunya di dunia). Beliau selalu menegur, bila sehari saja tak ada suara lantunan alquran di rumah. Selalu menegur bila dalam sebulan tak solat malam.
Di mana bisa kami cari lagi duplikat ibu seperti itu?
Bahkan ketika beliau dalam kondisi berdarah-darah akibat terkena tumor rahim (miom) masih sempat beliau mengajar mahasiswanya di kelas.
Di mana lagi kami dapat mencari sosok yang akan sangat muntab bila melihat mahasiswanya tidak jujur atau tidak disiplin.
Dimana lagi dapat kami temukan sosok manusia yang ketika di fitnah oleh orang lain, dia tidak membalasnya dan berdoa kebaikan untuk orang itu..
Dimana lagi kami dapat menemukan orang yang polos meskipun usianya telah 51 tahun.
Dan bahkan kini di usia 51 tahun, tetap saja beliau semangat menuntut ilmu meskipun alasan lainnya adalah menemani si bungsu kuliah..
Ah jadi teringat. Tanpa hijrahnya beliau ke kota yang sama dengan si bungsu, mana mungkin si bungsu mampu kuliah 4 Tahun di salah satu jurusan teknik itu.
Ah jadi teringat, si bungsu menangis tersedu-sedu melihat abangnya menikah.. Tak rela abangnya diambil orang.. Tapi hanifah tetap berdiri tegar, menguatkan si sulung untuk menjadi pemimpin dalam keluarga barunya.
Harusnya bukan pada cinta rangga bersajak “Baru sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa” harusnya pada ibu lah dia bersajak..
Maka sekali lagi, sungguh benarlah…
“Keajaiban dalam hidup adalah terlahir dari rahim mama Hanifah Damanhuri. Seorang wanita yang telah memberi kami cinta, pengorbanan, dan pelajaran mengenai mengelola keuangan” -fauzul azmi zen.
Dari negeri tertimur di garis lintang utara – menebus mimpi mu yang tertunda-