Kamis, 22 November 2012

Komunikasi Antara Aku dan Bung Ricky Avenzora



Komunikasi Antara Aku dan Bung Ricky Avenzora

Tanggapan  sahabatku
Membuatku terkejut dan tercengang
Aku teringat nasehat Bung RA dua tahun yang lalu
Tentang komunikasi kami yang singkat di milis RN
Kucari dan kuperiksa tulisan-tulisan Bung RA
Akhirnya kutemukan tulisan Bung RA
Yang menanggapi tulisanku “MERENUNG”

Kemampuan Bung RA membaca yang tersuruk
Jauh-jauh hari telah mengingatkanku
Tentang akan beragamnya
Pandangan orang lain terhadap komunikasi kami di milis RN
Waktu itu aku tak begitu memperhatikan nasehatnya
Nasehat-nasehatnya yang lain
Yang ditulis dalam bahasa tingkat tinggi
Telah memusingkan kepalaku memahaminya

Beberapa bulan yang lalu
Aku dan Bung RA
Kembali berkomunikasi di FB
Dalam bahasa lebih suka-suka
Kadang memakai bahasa ibuku
Nasehatnya diberikan dalam canda dan tawa

Suatu hari Bung RA memintaku
Untuk tidak menulis yang tidak bermanfaat lagi
Aku ambil langkah aman
Aku copas tulisan Bung RA dan kubingkai
Aku berharap ada manfaat yang didapat pembaca
Ternyata
Memang beragam tanggapan pembaca

Padang, 1 Maret 2012


Hanifah Damanhuri



MERENUNG
 
Sejak tadi malam hingga kini
Cuaca di bumi Raflesia buruk sakali
 Hujan dan reda datang silih berganti
Awan kelabu menyelimuti bumi
Hingga sesiang ini
Mentari tak kunjung menampakkan diri
 
Usai melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
Aku coba merenung
Merenung tentang diri sendiri
 
Kuingat-ingat pesan Bung Ricky Avenzora
Yang diberikan khusus untukku
Tak boleh aku berikan kepada orang lain
Sebelum aku melaksanakannya
 
Kuingat-ingat pula pesan datuknya
“Mulailah dengan Bismillah
Berjalanlah dengan Alhamdulillah”
“Apo nan dibuek, itu nan dapek”
 
Teringat pula ketika aku bercerita
Tentang sahabat-sahabatku
“Semua isi jagad raya adalah sahabat
Semua membawa kita tunduk pada-Nya”, sanggahnya
 
Pelajaran Bung Ricky Avenzora
Sulit dicerna dalam seketika
Butuh waktu dan pengalaman
Untuk memahami maksudnya
 
Lambat tapi pasti
Aku mulai memahami
Apa arti
Semua isi jagad raya
Adalah sahabat
Yang membawa kita
Tunduk pada-Nya
Alhamdulillah
 
Bengkulu,
13 Mei 2010
 
 
Hanifah
Damanhuri



TANGGAPAN BUNG RA Tanggal 14 Mei 2010


Dear Uni Iffah,
1. Terima kasih atas email yang Uni forward kan.
2. Dalam banyak  sisi saya merasa malu karena nama saya harus ikut disebut dalam keindahan kata dari Puisi Merenung yang Uni tulis. Sungguh nama saya tidaklah bernilai apa-apa dibandingkan dengan keindahan dan kedalaman makna dari aliran fikir serta rasa yang terkandung dalam puisi Uni itu.
3. Di satu sisi, saya bersyukur dan ikut berbahagia karena kembali Sang Ilahi telah memberikan hidayah NYA pada saya untuk menyaksikan kebenaran janji NYA kepada setiap makhluk NYA  yang memenuhi janji pula kepada Sang Ilahi.
Dalam segala kebodohan yang saya miliki, saya melihat dan merasakan bahwa aliran alam akal dan alam rasa yang Uni miliki telah "hidup" dalam rangkaian tulisan Uni. Tulisan Uni telah hidup dan membangun jiwa nya sendiri. Selamat ya Ni.   
4. Berkaitan dengan istilah "pencerahan" yang Uni pakai, saya fikir dan saya yakini komunikasi yang terjadi antar kita bukanlah masuk dalam kategori "pencerahan" sama sekali.
Saya  sama sekali tidak pernah berfikir dan berniat untuk memberikan pencerahan pada Uni. Dalam keyakinan saya, kalaupun ada aliran fikir dan/atau rasa yang tertuang dalam kata ketika berkomunikasi dengan Uni maka itu semata-mata hanyalah "catatan kehidupan" (bukan "catatan hidup") yang telah sampai waktunya.
Setiap kata dan kalimat  yang Uni baca dalam komunikasi saya dengan Uni adalah "hak kehidupan" yang tertulis dalam "catatan kehidupan" yang Uni miliki. Begitu pula sebaliknya ketika ada kata dan kalimat yang saya baca dari Uni.   
Jika tidak ada hak yang tertulis dalam "catatan kehidupan" seseorang, maka sampai kapanpun tidak akan ada satupun "pintu kehidupan" yang terbuka baginya untuk meraih sesuatu yang dia inginkan.
Jika memang ada "hak" nya, maka masa  pasti akan membawakan waktu agar "catatan kehidupan" tersebut mewujud dalam "catatan hidup" seseorang. 
Suatu kali "catatan kehidupan" itu akan dikatakan syahdu menyenangkan dan bernilai oleh orang yang memilikinya, tapi pada saat lain "catatan kehidupan" itu akan dia katakan menyakitkan dan menimbulkan benci.
Padahal, "catatan kehidupan" adalah tetap "catatan kehidupan", apapun itu harus disyukuri ketika masa yang berjalan telah membawakan sampainya waktu untuk menghantarkan "catatan kehidupan" itu mewujud menjadi "catatan hidup" orang yang memilikinya. 
Ketika tangan kanan berbahagia untuk selalu menjadi tangan yang lebih dahulu untuk menyentuh semua yang dianggap baik dan membahagiakan oleh manusia, lihatlah tangan kiri ternyata tidak pernah merasa malu ketika dia harus kembali bertugas membersihkan najis dari dubur sang manusia.
Tangan kanan memang selalu dituliskan dan diajarkan agar selalu mengambil bagian yang oleh si pemiliknya dianggap baik dan membahagiakan.
Tangan kanan memang memuji dan dipuji, tetapi ternyata ketika menghadap ILAHI maka rupanya hanya tangan kiri lah yang dijinkan untuk bisa langsung menyentuh tubuh sang Muhammad ataupun jasadnya yang telah mati dan dimatikan. 
Menyadari hal itu semua, maka selama ini saya tidak pernah mau mencuatkan istilah "guru dan murid" antara saya dengan siapapun yang sedang berkomunikasi dalam mendikusikan "hidup dan kehidupan". Untuk itulah maka saya menganggap istilah "pencerahan" yang Uni pakai tidak tepat dlm proses komunikasi kita.
5. Tanpa kita lakukan suatu test, maka saya sangat yakin bahwa berbagai komunikasi kita dulu di RN adalah akan mempunyai arti berbeda-beda bagi kawan-kawan lain yang ikut membaca komunikasi kita.
Bagi sebagian orang,  barangkal komunikasi kita tersebut hanya menimbulkan cibiran dibibirnya.
Bagi sebagian lain, barangkali menimbulkan fikiran yang berujung pada pengetahuan yang dia rujukan  pada buku yang pernah dia baca ataupun membandingkan serta mempertentangkannya dengan ajaran yang pernah dia dengar serta ketahui.
Pada sebagian orang lain, mungkin menimbulkan rasa yang berujung pada empati, simpati ataupun antipati.
Barangkali pula pada segelintir orang menggugah fikir dan rasanya bersamaan atau berurutan dan kemudian membangunkan ilmu yang ada didalam dirinya.
Semua itu adalah hak mereka sesuai "catatan kehidupan" yang mereka miliki.
6. Ketika ilmu yang ternyata bangun, maka hati-hatilah dalam membedakan "siang dan malam", dalam menyatukan "hitam dan putih", dalam memperlakukan "pemilik rumah dan tuan rumah", dan dalam meloncati "pagar dan terali" yang memang harus disediakan bagi mereka yang pasti akan  menjadi liar dan tak terkendali jika tidak dirantai atau dikungkung sepanjang hari.
Meskipun agak banyak "hati-hati", tetapi tidak perlu takut untuk memberikan hak pada ilmu yang bangun itu untuk ikut membangun jiwa dan menumbuhkannya menjadi tinggi hingga mencapai singgasana bijak yang diimpikan banyak orang.
Selama kita ingat bahwa bijak bukanlah untuk dipuji ataupun untuk dijadikan gelar di belakang nama diri, maka Insya Allah ilmu yang bangun tadi pasti akan menuntun kita untuk bisa semakin membuktikan kemaha Esa-an Sang Ilahi, ALLAH s.w.t.
7. Sekali lagi selamat ya Ni. Salam hormat utk Uda dan keluarga.
La haula wala quwwata illa billah.

Salam,
r.a
     
Powered by Telkomsel BlackBerry®